Realita Kebangkitan Islam
REALITA KEBANGKITAN ISLAM
Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly
Mulailah kaum muslimin sadar setelah melihat kenyataan pahit, negeri yang tercabik dan banyaknya orientalis yang mengajak mereka untuk meninggalkan agama dan sumber kejayaannya. Setiap kelompok dari kaum muslimin selanjutnya mulai memandang kenyataan yang ada dari sisi yang berbeda dari pandangan kelompok yang lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jama’ah-jama’ah yang begerak di medan dakwah pada masa ini saling berselisih seputar manhaj dakwah, dari mana memulai dan bagaimana memulainya.
Perselisihan yang paling bebahaya yang menghalangi persatuan mereka diatas satu kata adalah dua hal :
1. KETIDAK TAHUAN AKAN BESARNYA KEKUATAN MEREKA.
Kita masih terus melihat hizbiyah yang sempit telah menguasai banyak akal pemikiran dan jama’ah yang bergerak dalam medan dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mereka tidak melihat kecuali diri mereka sendiri dan meniadakan keberadaan yang lain disekitarnya. Berkembanglah hal ini hingga kita melihat sebagian mereka mengaku sebagai jama’ah muslimin dan pemimpin mereka sebagai imam muslimin, lalu menetapkan dengan dasar itu beberapa prasangka :
Sebagiannya mengklaim kewajiban berba’iat kepada imamnya dan yang lain mengkafirkan kaum muslimin setelah generasi-generasi terbaik yang dimuliakan. Sekelompok lainnya mengklaim bahwa merekalah jama’ah induk yang wajib bagi selainnya untuk berhimpun dan berlindung di bawah benderanya. Kebanyakan mereka telah melupakan bahwa mereka bergerak untuk mengembalikan jama’ah muslimin, maka seandainya jama’ah muslimin sudah ada dan imamnya pun ada maka kita tidak akan melihat perselisihan dan berbilangnya kelompok yang tidak diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala keterangan astasnya. Pada hakikatnya mereka yang bergerak untuk Islam tersebut adalah jama’ah dari sebagian kaum muslimin yaitu dari ahlil kiblat dan bukan jamaah muslimin.
Ketahuilah wahai muslim, jama’ah muslimin adalah jama’ah yang seluruh kaum muslimin bergabung dalam menjalankannya dan memiliki seorang imam yang melaksanakan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga diwajibkan taat kepadanya dan diberikan kepatuhan dan ketundukan kepadanya. Itulah negara Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang melaksanakan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun jama’ah-jama’ah yang bergerak untuk mengembalikan daulah kekhilafahan maka dia adalah jama’ah dari sebagian kaum muslimin yang wajib saling tolong menolong di antara mereka dan menghilangkan penghalang yang memisahkan pribadi-pribadi mereka agar berpadu di atas kata yang satu yaitu kalimat tauhid dan assunnah serta pemahaman salaf umat ini.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menukilkan dalam Fathul Bariiy 13/37 perkataan Ath-Thabariy Rahimahullah : Masalah ini dan masalah jama’ah telah diperselihkan : berkata satu kaum : itu untuk wajib, dan Al-Jama’ah adalah kelompok yang paling besar, kemudian membawakan dalil dari Muhammad bin Siriin Rahimahullah dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman terbunuh : wajib atas kamu berpegang teguh dengan Al-Jama’ah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengumpulkan umat Muhammad diatas kesesatan. Dan berkata yang lain : yang dimaksud dengan Al-Jama’ah adalah para sahabat dan orang yang setelahnya dan berkata yang lain lagi : yang dimaksud adalah ahli ilmu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka sebagai hujjah atas makhluknya dan manusia ikut mereka dalam masalah agama.
Dan yang benar bahwa maksud dari hadits yang memerintahkan untuk berpegang teguh kepada Al-Jama’ah adalah jama’ah yang manusia bersepakat untuk menjadikan seorang amir atasnya, maka siapa yang melepas ba’iatnya berarti telah keluar dari Al-Jama’ah. Dan dalam hadits disebutkan : Ketika terjadi pada manusia tidak ada imam dan mereka berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah seorang itu ikut dalam perpecahan tersebut dan hendaklah dia meninggalkannya semua kalau mampu, khawatir terjatuh dalam keburukan dan dengan demikian maka semua hadits dapat ditempatkan dan dapat dikompromikan apa yang dianggap berbeda darinya.
Maka wajib atas setiap muslim membantu jama’ah-jama’ah ini pada kebenaran yang dimilikinya dan wajib untuk melakukan nasehat dan arahan pada hal-hal yang menyimpang dari kebenaran atau tidak dapat menunaikannya dengan baik dari kebenaran tersebut. Dan wajib atas jama’ah-jama’ah ini untuk saling tolong menolong pada kebenaran yang telah disepakati dan saling menasehati diantara mereka pada hal-hal yang diperselisihkan serta memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menunjuki mereka dalam hal itu kepada jalan yang lurus. [1]
Wajib bagi jama’ah-jama’ah tersebut untuk menjadi satu tangan dalam membangun istana Islam yang megah dan mengembalikan kejayaannya, karena jika bergerak sendiri-sendiri maka mereka tidak mampu, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala walinya orang-orang yang shalih. Wajib pula atas jama’ah-jama’ah ini untuk mengisi para pengikutnya dengan kebenaran dan kecintaan kepada seluruh kaum muslimin sehingga dapat menghancurkan penghalang hizbiyah (fanatis kelompok) yang telah memporak-porandakan persatuan dan melemahkan kekuatan serta ketangguhan mereka.
Dengan demikian, maka orang yang keluar dari jama’ah-jama’ah ini bukanlah orang yang keluar dari jama’ah muslimin karena jama’ah-jama’ah ini tidak memiliki sifat tersebut dan tidak juga pendirinya pantas mengaku sebagai imam.
2. PERBEDAAN MEREKA DALAM SUMBER PENGAMBILAN DAN PEMAHAMAN AL-KITAB AS-SUNNAH
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu untuk meninggalkan semua kelompok yang mengajak kepada neraka pada masa-masa keburukan dan fitnah ketika kaum muslimin tidak memiliki jama’ah dan imam.
Beragam perkataan para ulama dalam menjelaskan hadits ini dan yang saya anggap lebih sesuai adalah perintah kenabian ini berisi kewajiban berpegang teguh kepada kebenaran, menolong ahlinya dan tolong menolong di atas dasarnya, dan inilah penjelasannya :
a. Ini merupakan perintah berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih, hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Irbaadh bin Saariyah radhiyallahu ‘anhu.
وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Barangsiapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah para Khalifah rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru (yang diada-adakan) karena hal itu adalah kebid’ahan dan setiap kebid’ahan adalah kesesatan” [Akan datang Takhrijnya]
Dalam hadits Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, terdapat perintah untuk menggigit pokok-pokok ketika terjadi perselisihan dalam rangka berlepas diri dari kelompok-kelompok sesat dan dalam hadits Irbadh Radhiyallahu ‘anhu terdapat perintah menggigit As-Sunnah yang Shahih yang dipahami dengan paham As-Salaf Ash-Shalih dengan geraham ketika terjadi perselisihan dan untuk menjauhi dari hal-hal yang baru karena dia adalah kesesatan.
Jika kita kompromikan antara kedua hadits ini akan tampak satu makna yang indah yaitu berpegang teguh kepada sunnah nabi dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih ketika muncul kelompok-kelompok sesat dan lenyapnya jama’ah muslimin dan Imamnya.
b. Yang menunjukkan hal itu bahwa perintah menggigit pokok pohon dalam hadits Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu bukanlah yang dimaksud lahiriyahnya, akan tetapi yang dimaksud adalah tetap sabar di atas kebenaran dan berlepas dari kelompok-kelompok sesat yang menyalahi kebenaran. Atau maknanya pohon Islam yang rindang dan subur akan diterpa badai angin sehingga mematahkan ranting-rantingnya dan tidak tingga kecuali pokoknya saja yang kokoh berdiri menantang badai-badai tersebut. Di saat itu wajib atas kaum muslimin untuk memelihara pokok ini dan mengorbankan jiwa dan harta yang berharga karena pokok tadi akan tumbuh kembali walaupun dahsyatnya badai angin tersebut.
3. Pada waktu itu wajib atas seorang muslim untuk memberikan bantuan kepada kelompok yang merangkul pokok pohon yang kokoh ini untuk menolak darinya serangan fitnah dan ujian.
Kelompok ini senantiasa menegakkan kebenaran sampai akhir mereka memerangi Dajjal. [Akan datang keterangan tentang hadits-hadits yang ada tentang hal ini]
Dengan ini dapat disimpulkan penutup hadits Hudzaifah dalam tiga hal :
a. Kewajiban berpegang teguh kepada jama’ah muslimin dan taat kepada para pemimpin mereka walaupun mereka bermaksiat, bukanlah Rasulullah telah bersabda dalam riwayat yang lain.
قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Saya bertanya : Apa yang saya perbuat wahai Rasulullah jika hal itu menimpaku ? Beliau menjawab : patuh (dengar) dan taatilah amir (pemimpin) walaupun dia memukul punggungmu dan megambil hartamu, patuhlah (dengarlah) dan taatilah” [Diriwayatkan Muslim 12/236-237]
Ini merupakan perkara yang tidak diketahui kebanyakan dari kaum muslimin ketika mereka melihat kerusakan dan kedzaliman para khalifah terakhir dalam negara kekhalifahan, lalu berusaha bekerja sama dengan orang-orang kafir untuk melenyapkan negara kekhalifahan dan mereka lupa akan larangan memberontak dari para pemimpin selama belum melihat pada mereka kekafiran dan kesyirikan yang jelas sekali yang dapat dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diputuskan oleh para Ulama robbani berdasarkan kaidah-kaidah fiqih dakwah yang diambil dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta sikap-sikap As-Salaf Ash-Shalih.
b. Jika tidak ada jama’ah muslimin dan imam mereka, maka wajib bagi setiap muslim untuk meninggalkan kelompok-kelompok dan sekte yang sesat tersebut.
c. Meninggalkan kelompok-kelompok sesat tidak berarti beruzlah (mengasingkan diri) secara keseluruhan dan membiarkan kebatilan bertebaran dan berkembang tanpa ada yang menghalanginya ; bahkan seharusnya kaum muslimin berpegang teguh kepada pokok-pokok agama ini berdasarkan Kitabullah dan As-Sunnah dan memahami keduanya dengan pemahaman sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang telah berjalan diatas manhaj mereka dari para imam-imam petunjuk, mengajak manusia kepada dua pokok yang agung ini yang akan menjadi hakim bagi bumi dan seisinya dan agar kamu ketahui berita kebenarannya setelah ini karena keberadaan kelompok-kelompok sesat ini tidak berarti kosongnya dunia dari orang yang menegakkan kebenaran dengan hujjah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhabarkan dalam hadits-hadits mutawatir tentang keberadaan kelompok yang membawa kebenaran pada setiap masa hingga datang hari kiamat sedangkan dalam keadaan itu tidak merugikan mereka orang yang menyelisihi dan menghina mereka.
[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
_______
Footnote.
[1]. Berbeda dengan kaidah : Kita saling tolong menolong pada apa saja yang kita sepakati dan kita saling memaafkan pada apa yang kita perselisihkan. Dan telah menjelaskan rusak dan bahayanya oleh Al-Akh Hamd Al-Utsmaan dalam kitabnya : Zajrul Mutahaawin bin dhorori qaidah Al-uzru wat Ta’awun. Adapun saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan diantara kaum muslimin merupakan perkara wajib syar’i lebih-lebih pada orang-orang yang bergerak di medan dakwah, akan tetapi tidak sempurna ta’awun ini kecuali dengan dua pokok, yaitu : [a] Manhaj As-Salaf Ash-Shalih [b] Meninggalkan Tahazzub (fanatisme golongan). Jika setiap jama’ah atau kelompok tetap berada pada aqidah mereka yang menyimpang dari As-Salaf dan memiliki tatanan yang terpisah dari yang lainnya maka tidak ada tolong menolong kecuali tolong menolong yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka menganggap bersatu akan tetapi pada kenyataannya hati-hati mereka……, adapaun usaha sekelompok orang yang mengaku ahlus sunnah untuk meremehkan pentingnya permasalahan ini dan mengklaim itu sebagai dakwah salafiyah yang benar maka janganlah kamu termasuk orang yang tertipu, karena ucapan mereka seperti madu dan sikap mereka terhadap manhaj salaf dan ulamanya seperti duri yang tajam.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/893-realita-kebangkitan-islam-2.html